Senin, 18 Desember 2017

Daftar Judul Revisi

No Stambuk Judul PB1 PB2
1 36115001 Keputusan Menjual atau Memproses Lebih Lanjut Produk Cacat pada Pabrik Roti ABC A-RT A-NH
2 36115002 Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Menggunakan Metode Harga Pokok Proses pada Pabrik Tempe Tahu di Dusun Paranga Desa Bone Kec. Bajeng A-DD A-NS
3 36115003 Perancangan Sistem Aplikasi Database Menggunakan Aplikasi XAMPP pada PT Fadhel Tirta Nusantara A-NN A-IS
4 36115004 Penyusunan Standar Operasional Prosedur pada Toko XYZ A-RS A-DT
5 36115005 Keputusan Menjual atau Memproses Lebih Lanjut Produk pada UD XYZ A-FM A-KT
6 36115007 Penilaian Kinerja Keuangan pada PT Industri Kapal Indonesia, Tbk (Persero) A-NS A-IR
7 36115008 Keputusan Menyewa atau Membeli Eskafator untuk Proyek Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road pada PT Sumbersari Citra Marga A-NN A-EY
8 36115009 Perancangan Standard Operating Procedure(SOP) pada Halaqah Market A-RT A-FM
9 36115011 Penyusunan Anggaran Penjualan dan Anggaran Produksi pada Usaha Manto Meubel A-MI A-NN
10 36115012 Perancangan Sistem Aplikasi Database Menggunakan Aplikasi XAMPP pada PT Fadhel Tirta Nusantara A-NN A-IS
11 36115013 Perhitungan Harga Pokok Produksi Rumah Tipe 36 Berdasarkan Metode Full Costing pada Syahada Development A-RN A-HY
12 36115014 Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Menggunakan Metode Harga Pokok Pesanan pada CV. Duta Utama Teknik A-HY A-RN
13 36115015 Penyusunan Anggaran Penjualan Dan Pembelian pada Toko Wasilah Mandiri A-MI A-RN
14 36115016 Penerapan Metode Forecasting Anggaran Penjualan pada Toko Xyz A-NS A-AS
15 36115017 Pengendalian Piutang Usaha pada Bengkel Usaha Mega Rappang A-AS A-DD
16 36115018 Penyusunan Standar Operasional Prosedur pada LPIT Al-Bayan A-AS A-RT
17 36115019 Pengendalian Persediaan dengan Menggunakan Metode EOQ pada PT |Suracojaya Abadimotor A-NH A-AS
18 36115020 Penyusunan Laporan Keuangan pada Mutiara dan Permata Cell A-RS A-KT
19 36115021 Perancangan Standard Operating Procedurepada KPRI Mekar SMP Negeri 2 Bangkala A-RN A-DD
20 36115022 Penyusunan Laporan Keuangan pada PT XYZ A-FM A-MR
21 36115024 Penyusunan Anggaran Penjualan pada Produsen Benih Salewangang A-NS A-IR
22 36115025 Study Kelayakan Investasi dalam Rangka Pengembangan Bisnis pada PO Alam Indah Makassar A-NH A-MR
23 36115026 Pengendalian Persediaan dengan Menggunakan Metode EOQ pada PT Multi Niaga Medika A-NS A-KT
24 36115027 Pengaruh Pemberian Insentif Terhadap Produktivitas Pegawai pada KSP Balo' Toraja Cab. Rantetayo A-NH A-IS
25 36115030 Efektivitas Pengunaan e-SPT dalam Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Makassar Utara A-RT A-DT
26 36115034 Penggunaan Metode Activity Based Costing (ABC) dalam Perhitungan Harga Pokok Tarif Biaya Reparasi Kapal pada PT IKI Makassar A-HY A-KT
27 36115035 Inventarisasi Aset Tetap tahun 2017 pada PT Almira Lintang Pratama A-NN A-IS
28 36115036 Penerapan Metode EOQ untuk Pengendalian Persediaan Obat Pada APOtik IRS Labuang Baji A-NH A-RT
29 36115037 Efektivitas Pajak Daerah dan Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kab. Pangkep A-RN A-AS
30 36115038 Penetapan Harga Pokok dan Tarif Kamar Rawat Inap Pada RS Labuang Baji N#A N#A
31 36115038 Analisis Biaya Relevan untuk Pengambilan Keputusan Mempertahankan atau Menghentikan Segemen Koperasi Bentor Sikamaseang A-RT A-EY
32 36115039 Penyusunan Laporan Keuangan Konsolidasi Pusat Cabang pada UD XYZ A-FM A-MR
33 36115040 Penyusunan Standard Operating Procedures (SOP) Distribusi dan Penjualan Pada PT Mahameru Mitra Makmur A-HY A-EY
34 36115041 Penerapan Metode EOQ dalam Pengoptimalisasian Persediaan Bahan Baku pada CV Masagena A-NS A-MR
35 36115043 Perlakuan Akuntansi Terhadap Barang Konsinyasi Pada Apotik XYZ N#A N#A
36 36115043 Inventarisasi Aset Tetap Pada Dinas Pertanian Kab. Pangkajene dan Kepulauan A-RS A-FM
37 36115044 Penyusunan Laporan Harga Pokok Produksi dengan Menggunakan Metode Activity Based Costing A-FM A-IS
38 36115045 Penerapan PSAK No 30 Atas Sewa Aktiva Tetap Pada PT Bumi Jasa Utama A-NN A-HY
39 36115046 Penentuan Tarif Sewa Kamar dengan Metode ABC pada Penginapan Cahaya A-DD A-IR
40 36115048 Penyusunan Laporan Keuangan pada CV Masagena A-RS A-IS
41 36115049 Perhitungan Rasio Profitabilitas, Likuiditas, dan Solvabilitas untuk Menilai Kinerja Keuangan PT XYZ A-MI A-DT
42 36115051 Penilaian Kinerja Keuangan pada Asia Edu Travel A-NH A-DT
43 36115052 Penilaian Kinerja Keuangan pada Koperasi KPRI Bhakti Husada Dinas Kesehatan Kab.Wajo A-NS A-IR
44 36115053 Penentuan Tarif Kamar Hotel Menggunakan Metode Activity Based Costing (ABC) Pada Hotel Whiz Prime A-RN A-KT
45 36115054 Perancangan Sistem Informasi Akuntansi berbasis Microsoft Office Access pada Warunk Bakso Mas Cingkrank A-HY A-IR
46 36115059 penyusunan Anggaran Penjualan dan Anggaran Produksi pada Snack Box By CIF A-MI A-DT
47 36115060 Perhitungan Kelayakan Investasi Penambahan Mesin Hidrolik berdasarkan Metode Capital Budgeting pada Kuikklin Carwash A-MI A-MR
48 36115061 Perhitungan Harga Pokok Produksi berdasarkan Metode Pemesana pada Konveksi Fadlan A-DD A-DT
49 36115063 Penyusunan Standard Operating Procedures (SOP) Penerimaan dan Pengeluaran Kas pada Yayasan Bait Qur'any Al-izzah A-NN A-EY
50 36115063 Penerapan Akuntansi Penjualan Konsinyasi pada Koperasi Tut Wuri Handayani N#A N#A
51 36115064 Perancangan Sistem dan Prosedur Akuntansi pada Konveksi Fadlan A-RS A-EY
52 36115066 Penerapan Metode Activity Based Costing dalam Menentukan tarif rawat inap pada RS Jala Ammari di Makassar A-RN A-EY
53 36115069 Penyusunan Laporan Keuangan pada Panti Asuhan Cipta Pahlawan A-RS A-KT
54 36115071 Akuntabilitas & Pengelolaan Keuangan Masjid Berdasarkan PSAK 45 A-AS A-MI
55 36115072 Perancangan Sistem Informasi Akuntansi berbasis Microsoft Office Access pada Warunk Bakso Mas Cingkrank A-HY A-IR
56 36115073 Alokasi Biaya Bersama Untuk Produk Bersama dalam Penentuan Harga Pokok Produksi (HPP) pada Snackbox by CIF A-FM A-MR
57 36115067 Penilaian Kinerja Keuangan pada PT Rakyat Sulawesi Selatan Intermedia A-MI A-DD
58 3611510 Penyusunan Anggaran Penjualan pada PT Kencana Auto Raya A-NS A-RS

Selasa, 17 Desember 2013

Upgrading Data Akuntansi dan Keuangan Digital

UPGRADING DATA AKUNTANSI DAN KEUANGAN
DIGITAL MENJADI SISTEM YANG TEROTOMATISASI

Hasyim M
Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

Tujuan penelitian ini adalah menyiapkan kerangka sistem manajemen basis data atas mutasi dana kas dan bank yang dikelolah organisasi sehingga menjadi sistem yang terotomatisasi dan siap menghasilkan informasi yang dibutuhkan manajemen.
  Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Sistem yang dikaji adalah sistem penerimaan dan pengeluaran dana fakultas serta pencatatannya. Data dikumpulkan menggunakan teknik wawancara dan anlasis dokumen. Data dianalisis dengan menggunakan analisis sistem dan analisis desain.
Hasil penelitian menunjukkan sistem yang diterapkan sekarang ini belum mampu untuk mendukung manajemen dalam hal tersedianya informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan secara efektif dan efisien. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, desain sistem informasi yang terotomatisasi menghasilkan laporan adalah salah satu solusi yang bisa digunakan. Sistem yang ditawarkan mampu untuk mengakomodasi jenis transaksi penerimaan, pengeluaran, dan transfer antar buku. Selain itu, sistem ini juga mampu menghasilkan laporan atas mutasi buku kas/bank dan anggaran secara otomatis sesaat setelah penginputan transaksi dilakukan.


Keywords : Data akuntansi dan keuangan, sistem terotomatisasi.



UPGRADING OF DIGITAL ACCOUNTING AND FINANCIAL DATA BEING AUTOMATED SYSTEM

Hasyim M
Accounting Department State Polytechnic of Ujung Pandang


ABSTRACT

The aims of the research is to prepare a data base management system framework over cash and bank transaction that is managed by organizations thus become automated system and ready to produce the information required by management.

The research used qualitative approach conducted at Faculty of Islamic Studies, University of Muhammadiyah South Sulawesi. The system studied is a faculty's income and expenditure system as well as of their recording. The data were collected by using interview and anlasis documents techniques. The data were analyzed using systems and design analysis.

The results reveal that the system applied has not been able to support the management in terms of the availability of relevant information in making effectively and efficiently decisions. To overcome these problems, the design of an automated information system to generate reports is one solution that can be used. System which enables to accommodate the type of transaction receipts, expenditures, and transfers between books. In addition, the system is also able to produce cash/bank mutation and budgets reports automatically shortly after inputting the transaction.


Keywords: Accounting data and financial, automated system







PENDAHULUAN
Perkembangan sistem teknologi informasi berbasis komputer dan peningkatan peradaban dan ilmu pengetahuhan serta semakin kompleksnya aktivitas manusia cenderung menciptakan berbagai tuntutan di dalam penanganan masalah kecepatan dan akurasi informasi yang dihasilkan oleh suatu sistem.
Komputer memegang peranan penting karena kemampuan dan akurasi dalam mengolah data bisa diandalkan. Disadari bahwa komputer sangat berperan di masyarakat dan sekarang ini. Peranan manusia memiliki keterbatasan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, manusia membutuhkan waktu yang cukup lama dan kadang-kadang hasilnya  kurang memuaskan. Hal ini terjadi baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Perkembangan ilmu komputer dengan ilmu lainnya adalah kemampuan yang dapat digunakan untuk melaksanakan berbagai macam tugas yang menakjubkan dengan kecepatan dan ketelitian yang tinggi.
Manajemen dalam era teknologi sekarang ini sangat terbantu dengan adanya sistem terintegrasi yang mengumpulkan, mengolah, dan menyimpan data akuntansi guna menghasilkan informasi keuangan. Dengan sistem yang ada, manajemen memperoleh acuan pengambilan keputusan strategis dari informasi yang dihasilkan. Sistem yang berkembang tidak terpisahkan dari teknologi komputer, sehingga kebutuhan komputer menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi suatu organisasi. Namun demikian, pemanfaatan komputer belum digunakan secara maksimal.  Kondisi ini dapat kita jumpai bahwa tidak semua aktivitas administrasi perguruan tinggi terekam dalam komputer.
Sekali lagi bahwa penelitian ini merupakan penelitian sistem dengan studi kasus pada salah fakultas yang ada di Universitas Muhammadiyah Makassar.  Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data siklus penerimaan dan pengeluaran kas fakultas. Namun tujuan penelitian kali ini adalah untuk menyiapkan sistem basis data yang terotomatisasi guna membantu fakultas untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan secara otomatis dan selalu terupdate.
MASALAH PENELITIAN
Sebagaimana yang diungkapkan bahwa sistem pencatatan yang digunakan saat ini masih manual yang dalam tulisan sebelumnya (hasyim: 2013) diusulkan untuk melakukan transformasi data ke arah digitalisasi, penulis melanjutkan untuk memberi solusi atas informasi yang belum bisa dihasilkan secara efektif dan efisien. Kendala ini baik dari sisi kecepatan juga dari sisi otomatisasi. Kondisi ini menghambat pengambilan keputusan dikarenakan data pendukung untuk pengambilan kebijakan tidak selalu tersedia.
KAJIAN LITERATUR
Sistem informasi merupakan sarana untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan organisasi dan menambah pengetahuan sehingga dapat mengurangi ketidakpastian bagi para pemakai infomasi. (Hasyim; 2013). Defenisi ini merupakan simpulan dari beberapa defenisi yang diungkapkan para ahli seperti Romney dan Steinbart (2006), Kadir (2003), Hall (2001).
Pihak manajemen membutuhkan informasi yang relevan untuk pengambilan keputusan tertentu. Kondisi ini menuntut organisasi untuk menyesuaikan sistem yang diterapkan sebagaimana yang dijelaskan oleh Handayani (2007) bahwa setiap sistem akan berbeda dengan organisasi lain. Penyesuaian ini diarahkan agar tujuan sistem dapat terpenuhi yaitu member dukungan fungsi kepengurusan, pengambilan keputusan, dan kegiatan rutinitas (Hall, 2001).
Kriteria informasi yang berkualitas yang disebutkan oleh Hall (2001) merupakan hal yang harus dipenuhi oleh suatu sistem. Kriteria-kriteria yang dimaksudkan adalah relevan, akurat, tepat waktu, dan lengkap. Bahkan oleh Jogiyanto (2009) memaparkan bahwa jika tidak memenuhi kriteria kualitas informasi tersebut, maka informasi tersebut tidak berguna, dan dikategorikan sebagai sampah yang menjadi beban perusahaan saja.
Informasi yang terotomatisasi membutuhkan suatu sistem informasi yang teritegrasi mulai dari proses penginputan dan penyajian informasi. Secara umum, Romney (2006) mengemukakan siklus pemrosesan data yang terdiri dari empat langkah yaitu: input data, pemrosesan data, penyimpanan data, luaran informasi. Selanjutnya, berikut ini akan dipaparkan gambaran singkat setiap langkah dari siklus pemrosesan data yang dimaksudkan oleh Romney (2006).
Pertama, input adalah sumber data yang diperlukan perusahaan untuk menjalankan operasi dan menghasilkan output. Sistem Informasi Akuntansi secara manual berbeda dengan berbasis komputerisasi. Ditinjau dari penginputan data, bila secara manual dibuatkan bukti transaksi sedangkan secara komputerisasi menggunakan dokumen elektronik.
Kedua adalah pemrosesan data, saat sumber data tentang aktivitas bisnis sudah dikumpulkan, langkah berikutnya melibatkan proses pembaruan (updating) informasi yang sudah disimpan sebelumnya tentang sumber daya yang dipengaruhi oleh kegiatan tersebut dan para pelaku yang terlibat didalam aktivitas tersebut.
Langkah ketiga adalah penyimpanan data, sumber data yang telah diproses sebelumnya disimpan secara komputerisasi atau manual (keeping the books) agar dapat diakses dengan mudah dan efisien. Terakhir adalah luaran informasi yang dihasilkan di akhir proses biasanya dalam bentuk dokumen, laporan atau sebuah query.
Bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem informasi adalah database. Database merupakan kumpulan file yang terstruktur dan terintegrasi sedemikian rupa sehingga proses data dan pencarian data pada file dapat dilakukan dengan mudah (Widjajanto, 2001:64). Sedangkan Romney (2006:95) mengemukakan bahwa database adalah suatu gabungan file yang saling berhubungan dan dikoordinasi secara terpusat.
Kesimpulan yang dapat diambil dari kedua pendapat diatas bahwa database merupakan kumpulan data yang saling berhubungan yang merefleksikan fakta-fakta yang terdapat di organisasi. Database mendeskripsikan fakta organisasi. Saat satu kejadian muncul di dunia nyata mengubah fakta maka satu perubahan pun harus dilakukan terhadap data yang disimpan di database.  Database merupakan komponen utama sistem informasi karena semua informasi untuk pengambilan keputusan berasal dari database.
Database yang sering digunakan untuk membuat program adalah tipe database hubungan atau biasa disebut basis data hubungan atau relasi. Dalam basis data hubungan terdapat objek-objek seperti Field, Query, Relasi, Record dan lainnya. Metode penyimpanan seperti ini akan menyebabkan data mudah disimpan ke dalam database dan disisi lain mudah pula untuk diambil dari database jika diinginkan.
Dalam bekerja database, ada beberapa defenisi yang harus diuraikan terkait dengan pengenalan awal database. Pertama, data merupakan fakta dan masih belum diolah atau dapat dikatakan data asli dalam bentuk lembarab-lembaran kertas. Kedua, informasi merupakan hasil pengolaan data, sehingga menjadi sesuatu yang berarti dan dapat memberikan keterangan. Ketiga, tabel merupakan tempat atau wadah penyimpanan dari sekumpulan data tentang topik tertentu yang disusun dalam baris-baris tertentu. Keempat, kolom atau field adalah sebuah lokasi dalam tabel tempat data yang  berisi data sejenis atau kumpulan data dalam satu kolom. Terakhir, record merupakan kumpulan beberapa field atau kolom yang memberkan informasi tertentu atau kumpulan beberapa field dalam satu baris.


METODE PENELITIAN
                        Tempat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lebih lanjut dari penelitian sebelumnya terkait digitalisasi data akuntansi dan keuangan (Hasyim, 2013) yang dilakukan di Fakultas Agama Universitas Muhammadiyah Makassar yang berlokasi di Jl. Sultan Alauddin No 259 Makassar. Penelitian ini juga terfokus pada sistem pencatatan kas masuk dan kas keluar fakultas pada periode tahun 2012. Pihak yang terkait dengan sistem ini adalah bidang keuangan yang dibawahi oleh pembantu dekan bidang dua beserta jajarannya.
Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam penelitian ini, maka dilakukan metode pengumpulan data berupa wawancara dan analisis dokumen. Wawancara merupakan bentuk pengumpulan data dengan mewawancarai pegawai instansi yang terkait langsung dengan pengoperasian transaksi-transaksi keuangan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah. Sementara itu, analisis dokumen merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencatat data-data yang dimiliki oleh fakultas sesuai dengan yang dibutuhkan.
  
Analisa Data
 Selain menggunakan analisis sistem yang digunakan sebelumnya (hasyim: 2013), penulis menggunakan uji coba penginputan data simulasi yang bersifat eksperimen untuk melihat kinerja sistem. Data yang digunakan adalah data transaksi yang diambil dari Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah yang nilainya diganti mirip angka-angka bahan praktikum di laboratorium akuntansi, namun secara substansi transaksi adalah sama. Kemudian dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu data penerimaan, data belanja, dan data transfer antar buku. Penulis melakukan uji coba dan menangani kesalahan-kesalahan sistem yang terjadi selama proses uji coba.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui wawancara dan analisis dokumen  yang dilakukan pada Fakultas Agama Islam. Wawancara dilakukan terhadap kasir dan penanggung jawab keuangan Fakultas dalam hal ini oleh Pembantu Dekan bidang keuangan. Penelitian sebelumnya, dokumen yang dianalisis berupa dokumen keuangan berupa beberapa bukti transaksi, buku catatan kas masuk dan kas keluar, dan buku rekening bank yang digunakan fakultas. Tahapan selanjutnya adalah mengidentifikasi data dan informasi apa yang memungkinkan untuk diotomatisasikan.
Deskripsi Penelitian dan Pengujian sistem
Sebagaimana diungkapkan dalam tulisan sebelumnya (hasyim: 2013) bahwa terjadinya kesalahan tempat pencatatan transaksi keuangan yang menimbulkan catatan keuangan tidak mampu berfungsi sebagai alat bantu kontrol keuangan fakultas, terkadang terjadi transaksi penarikan dana dari pihak bank tidak dicatat dalam buku kas yang membuat buku kas menjadi sulit untuk dijadikan pedoman informasi keuangan. Kemudian hal lain yang diungkapkan bahwa penarikan dana dari bank sebelumnya tidak dicatat, namun pengeluaran untuk penggunaan dana tersebut dicatat dalam buku kas/bank.
Selanjutnya, kesulitan penyusunan laporan terkait kas kecil, kas, dan bank menghambat pengambilan kesimpulan untuk dijadikan bahan dalam pertimbangan pengambilan keputusan. Berdasarkan kesulitan yang dialami ini, penulis mendesain sistem yang terotomatisasi. Otomatisasi sistem ini mampu untuk memecahkan masalah waktu yang dibutuhkan dalam penyusunan laporan-laporan terkait kas dan atau rekening bank.
 Pengujian sistem yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan data simulasi berupa data penerimaan dana dari  spp mahasiswa, belanja untuk kebutuhan taman, belanja kebutuhan rumah tangga, dan transfer dana antar buku kas kecil, kas, atau bank. Pengujian sistem ini menghasilkan informasi bahwa sesaat sejak selesainya penginputan transaksi, laporan terkait buku kas kecil, kas, dan bank terupdate secara otomatis. Selain itu, laporan variance anggaran juga secara otomatis terupdate sesaat setelah penginputan transaksi.

Pembahasan
Peningkatan sistem digitalisasi data ke otomatisasi membutuhkan beberapa desain untuk proses input data, proses penyimpanan data, dan terakhir output yang berupa informasi-informasi yang diinginkan. Sebelum melakukan penginputan data, database harus disiapkan terlebih dahulu. Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan program database berbasis office 2013 yaitu Microsoft Access. Langkah pertama yang harus dibuat adalah master-master data yang disesuaikan dengan data digital yang sudah ada. Berdasarkan data digital yang ada, terdapat satu data master anggaran yang kolom-kolom datanya terdiri dari kode anggaran, nama mata anggaran, dan nilai anggaran. Gambar 1 berikut ini menampilkan desain dari master anggaran yang dibutuhkan:
Gambar 1: Desain tabel master anggaran
Selain master data anggaran, dibutuhkan juga master data untuk jenis buku kas yang digunakan dalam kegiatan operasional sehari-hari. Pada umumnya, organisasi memiliki tiga jenis buku kas dan bank yaitu: kas kecil, kas, dan bank. Meskipun demikian, rekening bank yang ada di setiap organisasi tidak menutup kemungkinan lebih dari satu rekening. Adapun kolom-kolom yang dibutuhkan untuk master ini adalah kode untuk jenis buku, nama buku, jika dibutuhkan dapat ditambahkan saldo normal dan saldo awal jika sistem siap untuk dikembangkan lebih lanjut ke pembuatan sistem informasi akuntansi yang lebih besar cakupannya. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar 2 berikut ini:
Gambar 2: Desain tabel master jenis buku
Master data ketiga yang dibutuhkan adalah master data transaksi. Master data ini akan menampung data Bukti transaksi, tanggal transaksi, dan saldo awal. Fungsi dari master data ini untuk mengurangi beban penyimpanan record database berganda. Master data ini terkait dengan tabel detail transaksi yang kolom-kolomnya adalah: bukti transaksi, jenis buku, catatan, kode anggaran, nilai debet, dan nilai kredit. Antara master data transaksi dan detail transaksi digunakan relasi yang menghubungkan kolom bukti transaksi di tabel master data dan kolom bukti transaksi di tabel detail transaksi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini:
Gambar 3: Desain tabel master transaksi
Tabel detail transaksi yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tabel master transaksi dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini:
Gambar 4: Desain tabel detail transaksi
Setelah master data dan data base disiapkan, langkah selanjutnya adalah menyiapkan formulir untuk menginput transaksi harian. Formulir ini terhubung dengan tabel master data transaksi dan tabel detail transaksi sebagai penyimpanan data. Selain itu, formulir ini juga terhubung dengan tabel master jenis buku dan tabel master anggaran untuk melakukan pembacaan data sebagai kelengkapan transaksi yang diinput oleh pengguna sistem.
Gambar 5: Tampilan formulir penginputan data transaksi
Seperti halnya sistem secara umum bahwa setelah proses penginputan data, proses selanjutnya adalah penyimpanan data base dan diproses dalam bahasa pemrograman secara terstruktur yang umunya dikenal sebagai query. Obyek query ini digunakan untuk melakukan manipulasi data agar dapat ditampilkan dalam laporan sesuai dengan kebutuhan.
Bagian terakhir dari suatu sistem adalah hasil luaran. Luaran dalam sistem ini berupa laporan yang berbentuk buku kas/bank dan variance anggaran yang secara otomatis akan terupdate sesaat setelah proses input selesai dilakukan. Pada Gambar 6 ditampilkan buku kas kecil, kas, dan Bank seperti berikut ini:
Gambar 6: Tampilan buku kas kecil, kas, dan bank
Secara berkala suatu organisasi memerlukan informasi tentang anggaran dan realisasi yang sudah dilaksanakan. Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya laporan tentan anggaran dan realisasinya bahkan sampai informasi variance antara anggaran dan realisasinya untuk pengambilan keputusan yang sifatnya strategis.
Secara standar, penulis mendesain laporan variance anggaran yang meliputi jumlah anggaran, realisasi anggaran, dan menghitung variance secara otomatis. Untuk lebih jelasnya, laporan anggaran ini dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini:

Gambar 7: Tampilan variance anggaran
Dengan tersedianya laporan yang terupdate setiap saat setelah penginputan transaksi selesai, maka lengkaplah sistem “input-proses-output”. Namun demikian, penelitian ini hanya memberikan dua ilustrasi laporan yang dihasilkan sistem yang telah didesain. Kedua ilustrasi laporan ini penulis anggap dapat mewakili kebutuhan dasar informasi yang dibutuhkan dari laporan atas buku kas kecil, kas, bank, laporan anggaran beserta realisasi dan variance anggarannya. Kedua laporan ini bukanlah “harga mati” yang bisa dihasilkan oleh sistem yang penulis desain, akan tetapi dapat dikembangkan semaksimal mungkin dengan catatan informasi yang dibutuhkan tersedia datanya dalam basis data yang sudah didesain sebelumnya. Sebagai contoh, dalam basis data sistem ini, informasi yang dapat didesain lagi adalah laporan penerimaan dan laporan belanja yang dapat dikombinasikan dengan kriteria jenis buku, tanggal atau bulan tertentu, dan juga berdasarkan jenis anggaran. Laporan-laporan ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang diinginkan organisasi pengguna sistem ini.
 
KESIMPULAN,  KETERBATASAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesulitan penyusunan laporan kas dan bank yang terjadi di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar selama ini terjadi dikarenakan sistem manual yang diterapkan membutuhkan banyak waktu untuk menghasilkan informasi. Kondisi ini menuntut untuk diterapkannya sistem komputerisasi yang terotomatisasi untuk mengefisienkan waktu, dan kekinian informasi dapat dihasilkan setiap saat.
Sistem pencatatan data keuangan yang penulis usulkan kepada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar kali ini adalah berbasis Microsoft Access 2013 yang merupakan tindak lanjut dari program digitalisasi data sebelumnya yang menggunakan Microsoft Excel. Rancangan sistem ini berguna untuk mengatasi masalah-masalah dalam kegiatan yang berkaitan dengan transaksi keuangan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar. Dengan sistem baru ini, maka sistem akan terotomatisasi dan mampu menghasilkan laporan setiap saat setelah penginputan transaksi selesai.
Keterbatasan
Sistem pencatatan data keuangan dalam penelitian ini terbatas pada sistem kas/bank masuk maupun keluar berbasis anggaran. Kondisi ini belum mampu membantu pihak fakultas untuk mengasilkan laporan keuangan pokok yang dibutuhkan seperti neraca, laporan hasil usaha, perubahan equitas, dan arus kas.

Riset Kedepan
Penelitian selanjutnya diharapkan sampai dengan perancangan bentuk dan variasi pelaporan keuangan guna  mendukung pertanggungjawaban keuangan menggunakan database yang ada. Harapan selanjutnya bahwa sistem ini dapat ditingkatkan cakupannya pada sistem informasi akuntansi.



DAFTAR PUSTAKA

Hall, J.A., 2001, Sistem Informasi Akuntansi, Edisi 3, Salemba Empat. Jakarta.

Handayani, Rini, 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi  Minat Pemanfaatan Sistem Informasi Dan Penggunaan Sistem Informasi (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi 10. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Hasyim M, 2013. Transformasi Data Akuntansi dan Keuangan Menuju Era Digitalisasi. Jurnal Ilmiah: Masagena. Edisi ke 1 Januari 2013. Makassar: Kopertis Wilayah IX Sulawesi.

Jogiyanto, 2009. Sistem Teknologi Informasi. Edisi ketiga. Yogyakarta: Penerbit Andi

Kadir, Abdul, 2003. Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi

Romney, M dan Steinbart, P. 2006. Sistem Informasi Akuntansi. Edisi Sembilan. Jakarta: Salemba Empat.

Widjajanto, Nugroho. 2004. Sistem Informasi Akuntansi.


Akuntansi Lingkungan, Kontribusi Akuntansi Terhadap Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

AKUNTANSI  LINGKUNGAN, KONTRIBUSI AKUNTANSI TERHADAP PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN

ENVIRONMENTAL ACCOUNTING, CONTRIBUTION OF ACCOUNTING FOR ENVIRONMENTAL PROTECTION AND MANAGEMENT

Oleh:
Dr. Dian Imanina Burhany, SE., MSi., Ak.
Dosen Politeknik Negeri Ujung Pandang

Abstract

The phenomenon of global warming and increasing of environmental degradation require the participation of all parties to make environmental protection and management. In particular, the Indonesian government as regulator also set this in the form of legislation, namely Law Number 32 Year 2009 on the Environmental Protection and Management.
 Everyone should participate in environmental protection and management efforts, including companies that are often said to be the biggest cause of environmental degradation. Management of company have the responsibility for protecting and managing environment so that the production activities, products and waste of company do not damage the environment and harm the community.
In performing these duties management require complete information as support. Environmental accounting plays a very important role here, that is as a provider of environmental information for management. The environmental information include physical information indicating the number of physical inputs (energy, water and materials) are used and outputs (emissions and waste) are generated, as well as monetary information indicating environmental costs and other expenditures. Based on that information management can make decisions related to the environment appropriately. Herein lies the contribution of environmental accounting for environmental protection and management.
Keywords:    environmental accounting, environmental management accounting, environmental financial accounting, environmental costs, environmental protection and management

Pendahuluan
Fenomena pemanasan global dan kerusakan lingkungan yang semakin meningkat telah mendorong kesadaran berbagai pihak untuk memikirkan solusinya. Tindakan korektif maupun preventif harus dilakukan karena bumi ini bukan hanya milik generasi saat ini tapi juga milik generasi yang akan datang, sehingga harus dijaga agar dapat diwariskan dalam kondisi yang baik. Secara mikro, lingkungan yang rusak akan merugikan dan membahayakan masyarakat yang berada di sekitarnya.
Kesadaran akan pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan mulai menguat ketika pada tahun 1992 dilaksanakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi atau Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil. Pada saat itulah konsep mengenai pembangunan berkelanjutan atau sustainable development semakin dimatangkan. Inti dari konsep ini adalah pembangunan yang dilaksanakan dengan tetap menjaga keseimbangan dan keberlanjutan bumi bagi generasi yang akan datang. Konsep ini terus berkembang dan mengalami penyempurnaan definisi. Burritt dan Lehman (1995) mengutip definisi sustainable development yang dibuat oleh World Commission on Environment and Development (WCED) dalam laporannya Our Common Future yaitu “development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs.” Selanjutnya, pada abad ke-21 ini sustainable development didefinisikan kembali secara lebih tegas sebagai “development that does not destroy or undermine the ecological, economic or social basis on which continued development depends” (Herath, 2005). Jadi, terlihat jelas bahwa pembangunan dikatakan berkelanjutan jika mempertimbangkan aspek ekologi (lingkungan), ekonomi dan sosial secara seimbang, bukan hanya aspek ekonomi saja yang oleh sebagian pihak dianggap lebih penting.
Pada dasarnya semua pihak, baik secara individu maupun kelompok, mempunyai andil dalam pemanasan global dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu maka upaya untuk menyelamatkan dan melindungi lingkungan juga seharusnya dilakukan oleh siapapun tanpa pengecualian. Namun secara khusus, dunia usaha sering dituding sebagai pihak yang memberikan kontribusi paling besar dalam kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, masyarakat pun menganggap dan menuntut bahwa perusahaan untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan (Shrivastava, 1995).
Anggapan dan tuntutan tersebut tentunya bukan tanpa dasar dan alasan. Di sekitar kita banyak kasus kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan. Sebagai contoh adalah kasus perusahaan pertambangan PT Newmont Minahasa Raya yang limbah tailingnya melebihi baku mutu yang ditetapkan sehingga mencemari laut dan sungai di sekitar lokasi pertambangannya dan menyebabkan gangguan kesehatan serius warga yang mengkonsumsi ikan dari sungai itu (Yunanto, 2007). Demikian juga dengan kasus PT Freeport yang sudah sejak lama menimbulkan kerusakan lingkungan berupa pencemaran sungai dan laut oleh limbah tailing yang dihasilkannya, rusaknya hutan di wilayah pengendapan tailing, berubahnya bentang alam karena erosi maupun sedimentasi, serta meluapnya sungai karena pendangkalan akibat endapan tailing (Batubara, 2010). Kemudian ada kasus PT Lapindo Brantas di Sidoarjo yang semburan lumpurnya telah menenggelamkan kawasan pemukiman, industri dan pertanian warga. Semburan lumpur itu juga mencemari udara dan air tanah sehingga menyebabkan gangguan pernafasan dan gangguan kulit pada warga (Nusantara, 2010). Masih banyak lagi kasus-kasus kerusakan lingkungan lain yang disebabkan oleh perusahaan, baik yang terpublikasi maupun tidak.
Dewasa ini, kepedulian dunia usaha atau perusahaan terhadap lingkungan sebenarnya sudah meningkat. Sudah banyak perusahaan yang melakukan pengelolaan lingkungan agar aktivitasnya tidak sampai merusak dan mencemari lingkungan, baik karena kesadarannya sendiri maupun karena adanya tekanan dari stakeholder perusahaan. Fraser (2005) mengatakan bahwa keterkaitan antara kegiatan bisnis dan kegiatan lingkungan sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan telah menjadi salah satu isu sentral pada abad ke-21 ini. Adapun Berry dan Rondinelli (1998) mengatakannya sebagai sebuah revolusi industri baru (the new industrial revolution). Elkington (1999) mengemukakan konsep triple bottom line yang menyatakan bahwa saat ini perusahaan tidak cukup hanya mengejar laba atau profit sebagai satu-satunya bottom line, tetapi juga harus mengakomodir  dua aspek lainnya yaitu planet (bumi, lingkungan) dan people (masyarakat, sosial). Konsep ini dikenal juga dengan 3P (profit,planet, people).
Perusahaan juga semakin menyadari bahwa kepedulian pada lingkungan pada akhirnya akan memberikan keuntungan finansial kepada perusahaan sendiri. Hal ini didukung oleh berbagai penelitian. Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Elsayed dan Paton (2005); Utami (2007); Henri dan Journeault (2010); Moneva dan Ortas (2010); Burhany (2011), yang secara konsisten menemukan bahwa kinerja lingkungan berhubungan atau berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan Iwata dan Okada (2011) yang menyatakan bahwa jika kinerja lingkungan terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan, dengan sendirinya perusahaan memiliki insentif untuk meningkatkan kinerja lingkungannya agar dapat meningkatkan kinerja keuangan sebagai tujuan akhir. Ini berarti bahwa bukan hanya pemerintah atau stakeholder lain yang berkepentingan dengan masalah lingkungan tetapi juga perusahaan sendiri.
Dapat dikatakan bahwa sebagai regulator, pemerintah bukan hanya memiliki kepentingan tapi memang sudah menjadi kewajibannya untuk mengatur masalah lingkungan. Di Indonesia, perlindungan dan pengelolaan lingkungan telah diatur dalam suatu undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun dengan adanya keyakinan bahwa kinerja lingkungan yang baik akan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan maka manajemen sebagai pengelola perusahaan tentunya akan lebih termotivasi untuk melakukan pengelolaan lingkungan di perusahaannya.
Selain manajemen, pihak lain yang juga harus menunjukkan kepedulian dan berperan aktif dalam pengelolaan aspek lingkungan di perusahaan adalah akuntan. Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pelaporan aktivitas perusahaan, baik secara internal mauapun eksternal, akuntan harus mengakomodasi dan mengintegrasikan aspek lingkungan ke dalam pelaporannya. Secara internal, manajemen  membutuhkan informasi lingkungan agar dapat membantunya dalam melakukan pengelolaan lingkungan. Adapun secara eksternal, berbagai stakeholder perusahaan memiliki kepentingan yang bervariasi namun intinya adalah ingin mengetahui aktivitas perusahaan dalam penyelamatan lingkungan dan kinerja perusahaan dalam aspek lingkungan (kinerja lingkungan). Dengan demikian berkembanglah suatu bidang akuntansi yang dinamakan akuntansi lingkungan atau environmental accounting (Medley, 1997; Deegan, 2002).
Selg (1994) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk melakukan perlindungan lingkungan dalam jangka panjang adalah dengan mengintegrasikan pertimbangan lingkungan ke dalam sistem akuntansi perusahaan. Selanjutnya Eckel et al. (1992) menyatakan bahwa seiring dengan peningkatan environmental costs oleh perusahaan sebagai hasil dari environmental management (pengelolaan lingkungan), maka dibutuhkan suatu sistem pelaporan dan pengukuran lingkungan (environmental reporting and measurement system) untuk menyediakan informasi bagi pengambilan keputusan dan penilaian kinerja. Jadi dapat dikatakan bahwa akuntansi memainkan peran yang sangat penting dalam mengelola hubungan antara perusahaan dengan lingkungan (Bebbington et al.,1994).

Definisi Lingkungan serta Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan definisi lingkungan atau dalam undang-undang ini disebut lingkungan hidup sebagai berikut:
“Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.”
Adapun perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didefinisikan sebagai:
“Upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.”

Jadi dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan/lingkungan hidup adalah alam yang berada di sekitar kita. Berbeda dengan lingkungan sosial yang merujuk pada manusia, lingkungan hidup merujuk pada alam sekitar berupa makhluk tidak hidup maupun makhluk hidup selain manusia. Sedangkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan mengacu pada segala upaya sistematis dan terpadu untuk mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat dilakukan oleh siapapun tanpa kecuali.

Definisi Akuntansi Lingkungan
Definisi akuntansi lingkungan atau environmental accounting dikemukakan antara lain oleh Steele dan Powell (2002) sebagai: 
The identification, allocation and analysis of material streams and their related money flows by using environmental accounting systems to provide insight in environmental impacts and associated financial effects.
Kemudian definisi oleh Bennett dan James (1999) adalah:
The generation, analysis and use of financial and non-financial information in order to optimize corporate, environmental and economic performance, achieving a sustainable business.”
Sedangkan United Nations Division for Sustainable Development (2001) menjelaskan:
Environmental accounting is defined as simply doing better, more comprehensive management accounting, while wearing an environmental hat, that opens the eyes for hidden costs.”

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi lingkungan pada dasarnya adalah bidang akuntansi yang melakukan tugas yang sama dengan bidang akuntansi yang sudah dikenal dan dipahami selama ini yaitu mengidentifikasi atau mengumpulkan (menghitung dan mencatat), mengalokasikan, menganalisis dan melaporkan informasi mengenai aktivitas perusahaan, namun dengan penekanan pada aspek lingkungan. Definisi United Nations for Sustainable Development (2001) memperjelas dengan menyatakan bahwa akuntansi lingkungan sebenarnya adalah akuntansi manajemen yang lebih komprehensif, yang menggunakan sudut pandang lingkungan untuk mengungkapkan biaya lingkungan yang selama ini tersembunyi. Sedangkan Steele dan Powell (2002) memberi penekanan bahwa ruang lingkup pencatatan dan pelaporan akuntansi lingkungan bukan hanya aliran biaya tapi juga aliran material (bahan) yang terkait dengan lingkungan.

Pengklasifikasian Akuntansi Lingkungan 
Secara tradisional, akuntansi diklasifikasikan berdasarkan pihak yang menggunakan informasi akuntansi yang dihasilkan, yang terdiri atas pihak internal dan pihak eksternal perusahaan. Akuntansi yang menghasilkan informasi untuk pihak internal dinamakan akuntansi manajemen, sedangkan akuntansi yang menghasilkan informasi untuk pihak eksternal dinamakan akuntansi manajemen.
Pengklasifikasian akuntansi lingkungan dilakukan dengan cara yang sama yaitu berdasarkan pihak yang menggunakan informasi yang dihasilkannya atau dapat juga dikatakan berdasarkan fungsinya. Menurut Environment Agency Japan (2000), sebagai suatu sistem akuntansi, fungsi akuntansi lingkungan terdiri atas fungsi internal dan fungsi eksternal. Secara internal, akuntansi lingkungan merupakan alat bantu manajemen (management tool) yang berfungsi menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh manajemen untuk melakukan pengelolaan lingkungan. Secara eksternal, akuntansi lingkungan merupakan media komunikasi dengan masyarakat/stakeholders yang berfungsi menyediakan informasi sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan.
Fungsi internal dan eksternal akuntansi lingkungan ditunjukkan oleh gambar berikut ini.

Gambar 1
Environmental Accounting as A Company’s Environmental Accounting System
Sumber: Environment Agency Japan (2000)

Dengan demikian, dapat ditarik benang merah antara pengklasifikasian akuntansi secara umum atau tradisional dan pengklasifikasian akuntansi lingkungan sebagaimana yang dikemukakan oleh Xiaomei (2004) dan Bosshard (2003) berikut ini:
1.      Akuntansi manajemen lingkungan (environmental management accounting/ EMA); yaitu bagian dari akuntansi lingkungan yang difokuskan pada pengumpulan dan penyajian informasi mengenai aliran bahan dan energi serta biayanya secara terinci untuk keperluan pengambilan keputusan internal oleh manajemen perusahaan.
2.      Akuntansi keuangan lingkungan (environmental financial accounting/EFA) atau akuntansi lingkungan eksternal (external environmental accounting); yaitu bagian dari akuntansi lingkungan yang difokuskan pada pelaporan kewajiban lingkungan, biaya-biaya lingkungan yang signifikan, dan penyediaan informasi keuangan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan untuk kepentingan stakeholders eksternal perusahaan.

Masing-masing bagian tersebut dapat didefinisikan lagi secara lebih spesifik. Definisi EMA antara lain dikemukakan oleh United Nations Division for Sustainable Development (2001) sebagai berikut:
Identification, collection, analysis and use of two types of information for internal decision making: (1) physical information on the use, flows and destinies of energy, water and materials (including wastes) and (2) monetary information on environment-related costs, earnings and savings.”
Sedangkan menurut IFAC (2005), EMA adalah:
The management of environmental and economic performance through the development and implementation of appropriate environment-related accounting systems and practices. While this may include reporting and auditing in some companies, environmental management accounting typically involves life-cycle costing, full-cost accounting, benefits assessment, and strategic planning for environmental management.”

Pada dasarnya EMA merupakan pengembangan dari akuntansi manajemen tradisional dengan memberikan tambahan pada aspek lingkungan, yaitu berupa tambahan data dan informasi fisik mengenai aliran input (energi, air dan bahan) yang digunakan serta output (emisi dan limbah) yang dihasilkan. Dalam implementasinya, EMA tidak perlu berdiri sendiri namun dapat diintegrasikan ke dalam sistem akuntansi manajemen yang sudah ada dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan. Sesungguhnya EMA dan akuntansi manajemen dapat berjalan bersama (IFAC, 2005).
Adapun EFA lebih ditujukan untuk memastikan bahwa pendapatan, biaya, aktiva dan kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan sudah terefleksi di dalam laporan keuangan yang ditetapkan berdasarkan standar akuntansi keuangan (Godschalk, 2008). Selain itu, EFA juga mendukung pelaporan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Bentuk pelaporan ini antara lain adalah laporan tahunan, laporan sustainabilitas (sustainability report) atau bentuk laporan lainnya. Informasi yang dibutuhkan oleh EFA juga termasuk rangkuman dari informasi biaya lingkungan (informasi moneter) yang merupakan komponen utama dari EMA. Jadi dapat dikatakan bahwa EMA memainkan peran yang penting dan menentukan dalam sistem akuntansi lingkungan secara keseluruhan (Xiaomei, 2004).  
Dengan mempertimbangkan data dan informasi fisik dan moneter tersebut, Burritt  (2002) membuat pengklasifikasian akuntansi lingkungan secara lebih spesifik menjadi:
1.      Monetary environmental management accounting (MEMA)
Pada bagian ini, biaya lingkungan dicatat pada pos yang berbeda dari biaya non-lingkungan secara terpisah agar dapat dikendalikan. Contohnya adalah biaya pengurangan dan pengolahan limbah, biaya pemeliharan peralatan pengendali polusi, biaya daur ulang bahan sisa, biaya desain proses/produk yang ramah lingkungan, dan lain-lain.
2.      Physical environmental management accounting (PEMA)
PEMA digunakan untuk menentukan tingkat pemakaian bahan yang ramah lingkungan dan dampak lingkungan yang dihasilkan sehingga dapat dikendalikan. Data ini penting untuk menentukan target penghematan energi, air dan bahan, pengurangan emisi, limbah, dan lain-lain. Contohnya adalah jumlah energi yang dihemat, jumlah bahan dan/atau air yang didaur ulang, jumlah limbah dan emisi yang dihasilkan, dan lain-lain.
3.      External monetary environmental accounting (EMEA)
EMEA digunakan untuk menghasilkan informasi bagi pihak eksternal seperti investor, kreditor dan perusahaan asuransi. Contohnya adalah jumlah dana yang investasikan pada peralatan pengolah limbah atau pengendali polusi, nilai potensial asuransi bagi peralatan tersebut, dan sebagainya.
4.      External physical environmental accounting (EPEA)
Sebagaimana halnya EMEA, EPEA merupakan alat bantu untuk menyusun laporan kepada stakeholder eksternal. Tipe akuntansi ini menjadi semakin penting ketika perusahaan menghadapi tekanan dari stakeholder yang lebih mengutamakan kinerja lingkungan dibandingkan kinerja keuangan seperti kelompok pemerhati lingkungan.

Pengukuran, Pencatatan dan Pelaporan dalam Akuntansi Lingkungan
Berbagai penelitian tentang akuntansi lingkungan didasarkan pada pandangan bahwa limbah dan emisi (output non-produk) yang dihasilkan oleh perusahaan sering menciptakan eksternalitas atau dampak bagi lingkungan di sekitar perusahaan. Hal ini sebenarnya mencerminkan inefisiensi operasi perusahaan. Porter dan Van der Linde (1995) menyatakan bahwa satu-satunya yang boleh dihasilkan oleh perusahaan adalah barang atau jasa untuk dijual. Bahkan jika limbah yang dihasilkan dapat dijual sekalipun, itu tetap menunjukkan proses produksi yang tidak efisien.
Rangkaian aktivitas perusahaan dimulai dengan pembelian bahan, energi dan air. Pada perusahaan manufaktur, bahan dikonversi menjadi produk akhir yang nantinya akan dikirim ke pelanggan. Namun tidak semua bahan tersebut menghasilkan output berupa produk. Sebagian menjadi limbah yaitu bahan yang dimasukkan ke dalam proses produksi tapi harus dibuang karena masalah desain produk, operasi yang tidak efisien, kualitas yang rendah, dan lain-lain. Sedangkan energi dan air yang berfungsi untuk mendukung proses produksi yaitu energi sebagai bahan bakar untuk menjalankan mesin dan air untuk mencuci bahan baku, akan menjadi limbah berupa emisi hasil pembakaran dan air yang kotor dan/atau yang mengandung zat berbahaya. Limbah tersebut akan mencemari lingkungan sekitar dan dapat merusak kesehatan manusia maupun ekosistem lain seperti tumbuhan dan hewan. Produk akhir yang telah sampai ke tangan kosumen pun menghasilkan limbah yaitu  berupa sisa penggunaan produk dan kemasan yang dibuang oleh konsumen yang juga akan merusak lingkungan (IFAC, 2005).
Aktivitas industri lainnya seperti industri kehutanan dan pertambangan dapat menyebabkan dampak lingkungan yang lebih ekstrim. Dampak itu bukan hanya berupa limbah yang dihasilkan, tapi juga erosi atau kerusakan permukaan tanah dan tumbuh-tumbuhan, pengendapan di permukaan air, serta gangguan makanan, reproduksi dan migrasi hewan. Dampak lainnya adalah dampak lanjutan terhadap masyarakat sekitar lokasi perusahaan yang dapat kehilangan sumber makanan dan air bersih. Penyusutan sumber daya alam yang tidak dapat/lambat diperbaharui juga merupakan masalah yang serius.
Agar dapat mengelola dan mengurangi dampak lingkungan dari produk dan proses produksi maka perusahaan harus memiliki data yang akurat mengenai jumlah dan tujuan dari semua energi, air dan bahan yang digunakan. Harus diketahui berapa yang digunakan, berapa yang menjadi produk akhir dan berapa yang menjadi limbah (IFAC, 2005). Pertimbangan inilah yang mendasari pentingnya pencatatan data dan pelaporan informasi akuntansi lingkungan dalam satuan fisik dan moneter. Oleh karena itu maka Deegan (2002) menyatakan bahwa elemen penting dari akuntansi lingkungan adalah pencatatan data, bukan hanya dalam unit moneter tapi juga dalam unit fisik. Demikian juga dengan Schaltegger dan Hinrichsen (1996) dalam Bosshard (2003) yang mengemukakan pentingnya mengeksplorasi ukuran yang lebih akurat dan tepat untuk aliran fisik (seperti energi, bahan, limbah, dan lain-lain) dan hubungannya dengan biaya.
IFAC (2005) menjelaskan sebagai berikut:
1.      Data dan informasi fisik
Agar dapat menentukan biaya secara tepat, perusahaan harus mengumpulkan data non-moneter mengenai jumlah bahan, jam kerja karyawan, dan pemicu biaya lainnya terlebih dahulu. Titik beratnya adalah pada pemicu biaya yaitu data fisik dan input berupa jumlah energi, air dan bahan serta jumlah output berupa limbah dan emisi karena: (1) jumlah energi, air dan bahan yang digunakan serta limbah dan emisi yang dihasilkan, berhubungan langsung dengan banyak dampak perusahaan terhadap lingkungan, dan (2)  biaya pembelian bahan merupakan komponen biaya yang cukup besar.
2.      Data dan informasi moneter
Data moneter adalah biaya dan pengeluaran lingkungan lainnya. Perusahaan mendefinisikan biaya lingkungan dengan cara yang berbeda, tergantung pada kegunaan informasi biaya lingkungan tersebut, sudut pandang perusahaan  tentang apa itu lingkungan, tujuan lingkungan dan ekonomi, serta hal lainnya. Pengklasifikasian biaya lingkungan dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan informasi oleh manajemen, pelaporan keuangan dan pelaporan kepada stakeholder. Biaya lingkungan juga dapat dikaitkan dengan nilai moneter yang melekat pada energi, air dan bahan, atau pada pengeluaran untuk pengelolaan lingkungan.
Proses pengukuran dimulai dengan melakukan penelusuran semua input dan output  secara fisik  untuk  meyakinkan bahwa tidak ada jumlah signifikan input (energi, air atau bahan lain) serta output (limbah dan emisi) yang tidak dihitung. Illustrasi aliran input dan output dalam suatu perusahaan yang harus menjadi perhatian akuntansi lingkungan disajikan pada gambar berikut ini.

Material Flow Acc
Gambar 2
Aliran Input-Output Perusahaan
Sumber: IFAC (2005)

Hasil penelusuran tersebut akan menghasilkan data lengkap mengenai input dan output. Berikut ini adalah tabel yang menyajikan contoh data input dan output suatu perusahaan.

Tabel 1
Daftar Input dan Output Perusahaan
INPUT
OUTPUT
Raw materials
Product
Auxiliary materials
  Main Product
Packaging
  By Products
Operating materials
Waste
Merchandise
  Municipal waste
Energy
  Recycled waste
  Gas
  Hazardous waste
  Coal
Waste Water
  Fuel Oil
  Amount
  Other Fuels
  Heavy metals
  District Heat
  COD
  Renewables (Biomass, Wood)
  BOD
  Solar, Wind, Water
Air-Emissions
  Externally produced electricity
  CO2
  Internally produced electricity
  CO
Water
  Nox
  Municipal ater
  SO2
  Ground water
  Dust
  Spring water
  FCKWs, NH4, VOCs
  Rain/surface water
  Ozone depleting substances
Sumber: UN (2001)

Sedangkan contoh ukuran yang digunakan untuk beberapa jenis input dan output disajikan pada tabel berikut.



Tabel 2
Ukuran Input dan Output dalam Satuan Fisik
Denominatos
Absolute Quantity
Production output (PO)
Kg, litre
Raw material input
Kg
Auxiliary material
Kg
Packaging
Kg
Operating material
Kg
Energy
KWh
Water
m3/litre
Waste
Kg
Waste water
m3/litre
Specific pollution loads
Kg
Air emissions
m3
Air emissions load
Kg
Other denominators

Number of employees
Number
Sales
Money value
EBIT
Money value
Production hours
Time
Workdays
Days
Building area
m2
Sumber: Bosshard (2003)

Secara moneter, perusahaan harus menghitung semua biaya lingkungan. Ada beberapa definisi yang menjelaskan apa yang dimaksud dengan biaya lingkungan atau environmental cost dan bisa menjadi acuan untuk digunakan oleh perusahaan.
Environment Agency Japan (2000) mendefinisikan biaya lingkungan sebagai: "investment amount and expense amount for environmental conservation". Hansen dan Mowen (2007:780) mendefinisikannya sebagai “costs that incurred because poor environmental quality exist or because poor environmental quality may exist.” United Nations Division for Sustainable Development (2001) menjelaskan bahwa:
Environmental costs comprise both internal and external costs and relate to all costs occurred in relation to environmental damage and protection. Environmental protection costs include costs for prevention, disposal, planning, control, shifting actions and damage repair that can occur at companies and affect governments or people“.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa biaya lingkungan adalah biaya untuk meminimalkan dampak lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas bisnis perusahaan dan biaya-biaya yang berhubungan dengan itu, baik yang terjadi di dalam maupun di luar perusahaan. Atau dapat juga dikatakan bahwa biaya lingkungan meliputi semua biaya yang timbul akibat penggunaan input (energi, air, bahan) dan pembuangan output non-produk (limbah dan emisi) ditambah dengan biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan upaya menjaga lingkungan.

IFAC (2005) membuat contoh pengelompokan biaya lingkungan sebagai berikut:



Tabel 3
Pengelompokan Biaya Lingkungan
Kelompok
Biaya Lingkungan
Keterangan
Kelompok 1
Biaya Bahan dari Output Produk
Meliputi biaya pembelian bahan yang akan dikonversi menjadi produk akhir, produk sampingan dan kemasan. Data biaya ini dapat membantu perusahaan untuk mengelola secara lebih efektif biaya lingkungan yang berhubungan dengan bahan. Sebagai contoh, perusahaan dapat mempertimbangkan untuk mengganti bahan kemasan atau bahan baku dengan bahan yang ramah lingkungan (environmentally friendly).
Kelompok 2
Biaya Bahan dari Output Non-Produk
Meliputi biaya pembelian bahan yang dikonversi menjadi limbah dan emisi yang terdiri atas bahan bakar, air dan energi. Tidak semua limbah dan emisi dapat dikurangi, namun semakin sedikit bahan, energi dan air yang digunakan, semakin baik bagi lingkungan.
Kelompok 3
Biaya Pengendalian Limbah dan Emisi

Seperti: biaya penanganan, perlakuan dan pembuangan limbah dan emisi; biaya perbaikan dan ganti rugi karena kerusakan lingkungan; dan semua biaya yang berkaitan dengan kepatuhan atas regulasi lingkungan yang berkaitan dengan pengendalian limbah dan emisi.
Kelompok 4
Biaya Pencegahan dan Biaya Pengelolaan Lingkungan Lainnya

Meliputi biaya untuk aktivitas pengelolaan lingkungan yang bersifat mencegah yaitu: biaya pengelolaan supply-chain lingkungan, biaya produksi yang lebih bersih; biaya untuk aktivitas pengelolaan lingkungan lainnya seperti biaya perencanaan dan sistem (environmental management system); biaya pengukuran lingkungan (contoh: pengawasan dan audit lingkungan); biaya komunikasi lingkungan (contoh: pertemuan dengan masyarakat, lobbi dengan pemerintah, pelaporan lingkungan); dan biaya lainnya (contoh: dukungan finansial untuk proyek lingkungan bagi masyarakat).
Kelompok 5
Biaya Riset dan Pengembangan
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah biaya aktivitas riset dan pengembangan yang berkaitan dengan isu dan inisiatif lingkungan seperti: biaya riset potensi racun/zat berbahaya pada bahan baku; biaya pengembangan produk yang hemat energi atau ramah lingkungan; biaya uji coba desain peralatan baru yang dapat menghemat penggunaan bahan baku.
Kelompok 6
Biaya Tak Berwujud

Meliputi biaya internal dan eksternal yang tak berwujud (sulit dikuantifikasi) yang biasanya tidak ditemukan dalam sistem informasi perusahaan namun nilainya berpotensi signifikan. Yang termasuk biaya ini adalah: kewajiban (liability) seperti biaya pertimbangan hukum atas kerusakan alam; biaya regulasi seperti biaya masa yang akan datang akibat efek gas rumah kaca; biaya produktivitas seperti ketidakhadiran pekerja akibat sakit yang disebabkan oleh polusi; biaya pembentukan image dan hubungan dengan stakeholder seperti hambatan mendapatkan pembiayaan untuk komponen yang tidak ramah lingkungan; dan biaya eksternalitas yaitu pengaruh eksternal terhadap masyarakat seperti penurunan nilai properti (tanah dan bangunan) karena dekat dengan pabrik.
Sumber: IFAC (2005)

Pendekatan lain untuk mengelompokkan biaya lingkungan dilakukan oleh Hansen dan Mowen (2007:780) yang mengembangkan environmental quality cost model yang diadopsi dari quality cost model dalam konsep total quality management. Dengan pendekatan ini manajemen akan memandang bahwa kondisi yang ideal adalah nol (tidak ada) kerusakan lingkungan atau zero damage to the environment yang analog dengan zero-defects dalam total quality management. Kerusakan yang dimaksud dalam konteks ini adalah penurunan kualitas lingkungan secara langsung berupa pencemaran limbah padat, cair atau gas ke lingkungan, maupun penurunan kualitas lingkungan secara tidak langsung berupa penggunaan bahan dan energi yang tidak perlu. Dengan demikian maka biaya lingkungan yang dikeluarkan oleh perusahaan ditujukan untuk mencapai zero damage to the environment.
Berdasarkan pendekatan tersebut maka pengelompokan  biaya lingkungan menurut Hansen dan Mowen (2007:780) adalah sebagai berikut:
1.      Biaya pencegahan lingkungan (environmental prevention cost)
Yaitu biaya yang timbul dari aktivitas untuk mencegah kotoran dan limbah produksi merusak lingkungan. Contoh: biaya mendesain proses/produk yang dapat meminimalkan atau menghilangkan polusi, biaya studi dampak lingkungan, dan sebagainya.
2.      Biaya deteksi lingkungan (environmental detection cost)
Yaitu biaya yang timbul dari aktivitas untuk menjadikan produk, proses, dan aktivitas lain dalam perusahaan memenuhi standar lingkungan yang ditetapkan. Contoh: biaya audit aktivitas lingkungan, biaya melakukan uji polusi, dan sebagainya.
3.      Biaya kegagalan internal lingkungan (environmental internal failure cost)
Yaitu biaya yang timbul dari aktivitas yang dilakukan karena kotoran dan limbah telah dihasilkan namun belum dibuang ke lingkungan sekitar perusahaan. Contoh: biaya pengolahan dan pembuangan limbah berbahaya, biaya daur ulang sisa bahan, dan sebagainya.
4.      Biaya kegagalan eksternal lingkungan (environmental external failure cost)
Yaitu biaya yang timbul sesudah kotoran dan limbah dibuang ke lingkungan sekitar perusahaan. Biaya ini terbagi lagi menjadi dua yaitu:
a.       Biaya kegagalan eksternal yang terealisasi (realized external failure cost); yaitu biaya yang ditanggung dan dibayar oleh perusahaan. Contoh: biaya konservasi lahan yang rusak, biaya pembersihan lingkungan yang tercemar, dan sebagainya.
b.      Biaya kegagalan eksternal yang tidak terealisasi (unrealized external failure cost); yaitu biaya yang ditanggung dan dibayar oleh pihak lain di luar perusahaan dan tidak termasuk dalam kelompok biaya lingkungan yang harus diakui dan dibebankan ke perusahaan walaupun timbulnya biaya tersebut disebabkan oleh perusahaan, biasanya secara tidak langsung. Biaya ini disebut juga biaya sosial (societal cost). Contoh: biaya pengobatan warga yang sakit karena terpapar polusi akibat aktivitas perusahaan, biaya kehilangan lingkungan yang sehat, dan sebagainya.

Setelah melakukan pengukuran atau perhitungan atas input (energi, air, bahan) yang digunakan dan output (limbah dan emisi) yang dihasilkan dengan ukuran yang sesuai, perusahaan harus melakukan pencatatan agar dapat dijadikan dasar dalam alokasi, analisis dan penyediaan informasi yang dibutuhkan oleh manajemen. Pencatatan dalam akun untuk biaya lingkungan (unit moneter) dilakukan sebagaimana halnya yang dilakukan dalam akuntansi tradisional yaitu sebesar pengorbanan yang dilakukan. Adapun pencatatan untuk unit fisik menggunakan ukuran satuan yang disesuaikan dengan bahan atau dampak yang ditimbulkannya.
Jika dalam akuntansi tradisional pencatatan dilakukan melalui buku besar (general ledger) maka dalam akuntansi lingkungan, buku besar juga digunakan namun dengan modifikasi seperlunya untuk memisahkan dan merinci (breakdown) akun biaya lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyelipkan bagan akun (chart of account) ke dalam bagan yang sudah ada atau dengan membuat bagan yang baru (Envirowise, 2003a dalam Bosshard, 2003). Berikut ini adalah contoh bagan akun untuk unit fisik.

Tabel 4
Contoh Bagan Akun untuk Unit Fisik
Group 10 Material Inputs
Group 20 Materials Output
100
Mineral Resources
200
Products

101
Biomass
201
Recyclables

102
Water
203
Emissions

103
….

2050
Landfill

104
Fossil Energy Carriers

2051
Water Emissions

1040
1041
1042
Crude Oil
Coal
Gas


20510
20511
20512
TOC
Sulphur
Water
105 
Regenerative Energy Carriers      


20513
….
106
Materials

2052
Air Emissions

1060
….


20520
CO2

1061
….


20521
NOx
107
Recyclables


20522
VOC

1070
….


20523
….

1071
….

2053

Sumber: Bosshard (2003)

Catatan yang telah dibuat oleh akuntansi lingkungan khususnya akuntansi manajemen lingkungan atau environmental management accounting (EMA) akan menjadi dasar dalam menyajikan informasi atau melakukan pelaporan kepada manajemen. IFAC (2005) menegaskan bahwa sebagaimana halnya akuntansi manajemen tradisional, informasi atau laporan yang dihasilkan oleh EMA tidak diatur oleh suatu standar tertentu namun disesuaikan dengan kebutuhan manajemen. Oleh karena itulah maka tidak ada format laporan lingkungan internal yang sama bagi semua perusahaan karena setiap perusahaan memiliki kebijakan pengelolaan lingkungan yang berbeda dan unik. Namun intinya adalah bahwa semua informasi fisik dan moneter dilaporkan kepada manajemen agar manajemen memiliki dasar pengambilan keputusan dalam pengelolaan lingkungan.
Sementara itu, untuk pelaporan eksternal dalam laporan keuangan, perusahaan harus tetap merujuk kepada standar pelaporan keuangan yang berlaku. Sedangkan untuk pelaporan yang sifatnya tambahan seperti dalam sustainability report atau laporan lingkungan, perusahaan dapat menyajikan informasi berdasarkan kebutuhan stakeholder eksternal.

Kontribusi Akuntansi Lingkungan terhadap Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Telah diuraikan sebelumnya bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan/ lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum (Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Jika dikaitkan dengan perusahaan sebagai pihak yang aktif melakukan aktivitas yang berpotensi mencemari dan/atau merusak lingkungan maka upaya tersebut merupakan tanggung jawab manajemen. Untuk itu manajemen harus melakukan pengelolaan lingkungan.
Pengelolaan atau manajemen lingkungan (environmental management) adalah “proses pengalokasian sumber daya secara optimal bagi lingkungan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan seminimal mungkin dampaknya terhadap lingkungan” (Barrow, 1997 dalam De Beer dan Friend, 2006).  Manajemen lingkungan harus didukung oleh sistem manajemen lingkungan (environmental management system) yaitu “bagian dari sistem manajemen yang meliputi struktur organisasi, praktik, prosedur, proses dan sumber daya, untuk menetapkan dan menjalankan kebijakan lingkungan yang akurat” (European Communities, 2000 dalam Bosshard, 2003). Termasuk di dalam sistem manajemen lingkungan ini adalah akuntansi lingkungan yang  merupakan praktik dan prosedur pelaporan informasi lingkungan kepada manajemen.
 Adams (2002) dalam Bosshard (2003) menyatakan bahwa akuntansi lingkungan tidak dapat dilepaskan dari manajemen lingkungan. Perusahaan dengan sistem manajemen lingkungan formal membutuhkan aplikasi akuntansi lingkungan karena merupakan pendukung keputusan yang logis dari sistem itu. Akuntansi lingkungan dapat menjadi komponen penting bagi manajemen lingkungan, manajemen kualitas dan manajemen biaya perusahaan secara keseluruhan. EPA (1995) menjelaskan bahwa:
A successful environmental management system should have a method for accounting for full environmental costs and should integrate private environmental costs into capital budgeting, cost allocation, process/ product design and other forward-looking decisions ... Most corporate information and decision systems do not currently support such proactive and prospective decision making.

Sebagaimana dijelaskan oleh EPA (1995) di atas, sistem informasi yang dimiliki perusahaan (secara tradisional) tidak dapat mendukung tindakan dan pengambilan keputusan untuk melakukan pengelolaan atau manajemen lingkungan. Demikian juga dengan sistem informasi akuntansinya. Secara tradisional, pengklasifikasian biaya yang dilakukan dalam akuntansi manajemen yang juga menjadi dasar bagi penyusunan laporan keuangan dalam akuntansi keuangan pada umumnya terdiri atas biaya produksi, biaya pemasaran dan biaya adiministrasi umum. Biaya produksi yang merupakan komponen biaya terbesar terdiri atas biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead yang menampung biaya tidak langsung yaitu semua biaya selain biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung (Hansen dan Mowen, 2007:42). Biaya yang terkait dengan lingkungan biasanya dimasukkan ke dalam biaya overhead karena merupakan biaya tidak langsung.
Pengklasifikasian seperti ini memiliki keterbatasan karena tidak dapat menghasilkan informasi yang terinci mengenai aktivitas lingkungan di perusahaan. Dengan menggabungkan semua biaya tidak langsung termasuk biaya lingkungan ke dalam biaya overhead, manajer kesulitan mendapatkan informasi yang akurat, berpotensi melakukan salah interpretasi terhadap informasi yang ada atau bahkan kehilangan informasi penting yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan berkaitan dengan pengelolaan aspek lingkungan (IFAC, 2005). Akibatnya, manajer dapat mengalami kegagalan atau tidak dapat memaksimalkan pengelolaan lingkungan. Generalisasi biaya lingkungan ke dalam biaya overhead juga membuatnya tersembunyi dan manajer kesulitan untuk menelusurinya ke proses atau produk yang terkait, sehingga manajer cenderung memandang enteng biaya itu (Dascalu et al., 2010).
 IFAC (2005) menjelaskan bahwa secara tradisional biaya overhead biasanya dialokasikan ke pusat biaya (cost center) berdasarkan volume produksi, jam mesin, jam kerja, dan lain-lain. Ini menyebabkan tidak akuratnya alokasi biaya overhead termasuk biaya lingkungan di dalamnya. Sebagai contoh, biaya pengolahan dan pembuangan limbah beracun yang mungkin lebih besar pada lini produk yang menggunakan bahan beracun dan lebih rendah pada lini produk yang tidak menggunakan bahan beracun. Jika misalnya alokasi biaya dilakukan berdasarkan jumlah produksi maka hasil alokasinya tidak akurat, sehingga penentuan harga jual, pengendalian biaya lingkungan dan keputusan lain yang didasarkan atas informasi tersebut dengan sendirinya juga tidak akurat.
Timbulnya kebutuhan terhadap akuntansi lingkungan dalam mendukung perlindungan dan pengelolaan lingkungan juga dipicu oleh beberapa keterbatasan lainnya dari akuntansi tradisional yaitu (IFAC, 2005):
§  Informasi jumlah, aliran dan biaya bahan seringkali tidak dapat ditelusuri secara memadai, padahal informasi itu dibutuhkan untuk mengendalikan jumlah dan biaya bahan yang ramah lingkungan serta limbah dan emisi yang dihasilkan dari penggunaannya.
§  Sejumlah informasi biaya yang berhubungan dengan lingkungan atau biaya lingkungan tidak dapat ditemukan di dalam catatan akuntansi karena  akuntansi tradisional tidak mengklasifikasikan biaya dalam hubungannya dengan lingkungan.
§  Keputusan investasi sering dibuat berdasarkan informasi yang tidak mempertimbangkan aspek lingkungan, akibatnya perusahaan cenderung melakukan kesalahan dengan menginvestasikan dananya pada peralatan produksi yang tidak hemat energi dan/atau menghasilkan limbah dan emisi yang tinggi.
Graff et al. (1998) menjelaskan bahwa pada intinya akuntansi lingkungan dikembangkan untuk membantu pengambilan keputusan internal manajemen yang berkaitan dengan lingkungan. Untuk itu, akuntansi lingkungan dapat diaplikasikan pada semua level organisasi dan membantu pengambilan berbagai keputusan bisnis oleh manajemen. Selanjutnya Graff et al. (1998) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga keputusan penting yang dapat didukung oleh akuntansi lingkungan khususnya akuntansi manajemen lingkungan yaitu penetapan biaya produk/proses (product/process costing), keputusan investasi modal (capital investments) dan keputusan perencanaan strategis (strategic planning).
§  Keputusan product/process costing sangat penting karena produk yang berbeda dihasilkan dari proses yang berbeda dan memiliki komponen biaya lingkungan yang berbeda pula. Sebagai contoh, dua produk A dan B melalui dua proses yang berbeda namun dengan fasilitas/mesin dan pekerja yang sama. Produk A membutuhkan bahan kimia tertentu yang beracun sedangkan produk B tidak atau menggunakan dalam jumlah yang lebih sedikit. Jika biaya-biaya yang meliputi biaya pemakaian bahan; biaya desain proses untuk meminimalkan dampak bahan terhadap pekerja; biaya pengangkutan; biaya pengawasan, pelaporan dan izin dari regulator; biaya pelatihan karyawan dalam penanganan dan respon terhadap dampak bahan;  serta biaya penyimpanan dan pembuangan bahan digabungkan sebagai biaya overhead seperti yang dilakukan oleh akuntansi tradisional, maka alokasi biaya berdasarkan jam mesin atau jam kerja atau bahkan volume produksi akan tidak adil bagi produk B. Dengan mengeluarkan biaya-biaya tersebut dari biaya overhead, alokasi biaya dapat dilakukan secara lebih akurat dan pengendalian biaya tersebut juga lebih mudah dilakukan.
§  Keputusan capital investments juga merupakan hal yang penting karena aktivitas pengelolaan lingkungan membutuhkan asset-asset untuk mencegah polusi, mengolah limbah, atau menghasilkan produk yang ramah lingkungan. Sebelum melakukan investasi tersebut, manajer membutuhkan informasi mengenai biaya-biaya lingkungan yang terkait dengan asset termasuk informasi perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh dari asset tersebut.
§  Pentingnya keputusan strategic planning didorong oleh semakin pedulinya  pelanggan saat ini terhadap aspek lingkungan. Banyak perusahaan menghasilkan produk yang ramah lingkungan dan walaupun harganya lebih mahal namun pelanggan yang peduli lingkungan (green consumers) mau membayarnya. Untuk memperkuat pasar, perusahaan harus memenuhi ekspektasi pelanggan dan stakeholder lain yang menuntut tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan seperti itu. Akuntansi lingkungan dapat menyediakan informasi lingkungan kepada manajer untuk digunakan dalam perencanaan strategis ini.
Walaupun terlihat bahwa arah dari ketiga keputusan tersebut ditujukan bagi kepentingan perusahaan, namun dengan sendirinya hal tersebut juga mendukung perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Jadi dapat dikatakan bahwa penggunaan atau implementasi akuntansi lingkungan memberi kontribusi terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan dan sekaligus juga memberi kontribusi terhadap perusahaan sendiri.
Sementara itu, Guide to Corporate Environmental Cost Management (German Federal Ministry for Environment, 2003) mengelompokkan kegunaan dan manfaat akuntansi lingkungan menjadi tiga bagian yaitu compliance, eco-efficiency dan strategic position.
§  Pada bagian compliance atau kepatuhan, akuntansi lingkungan bermanfaat untuk mendukung perlindungan lingkungan melalui kepatuhan terhadap regulasi lingkungan dan pembuatan kebijakan lingkungan secara internal. Ini antara lain dapat dilakukan dengan cara merencanakan dan mengimplementasikan investasi yang dapat mengendalikan polusi, mengganti bahan beracun, dan melaporkan limbah dan emisi yang dihasilkan kepada regulator. Terlihat bahwa akuntansi lingkungan di sini memberi kontribusi secara langsung terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan.
§  Selanjutnya, pada bagian eco-efficiency, manfaat yang diberikan adalah berupa dukungan secara simultan terhadap pengurangan biaya dan dampak lingkungan melalui penggunaan energi, air dan bahan yang lebih efisien dalam operasi dan produk perusahaan. Wujudnya antara lain adalah dengan melakukan penelusuran aliran energi, air, bahan dan limbah secara akurat, merencanakan dan mengimplementasikan energi, air dan bahan yang efisien, serta menetapkan jumlah pengembalian investasi tahunan (annual return on investment) dari aktivitas eco-efficiency. Walaupun manfaat ini diarahkan pada efisiensi perusahaan namun pada saat yang sama upaya tersebut juga memberikan kontribusi terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan.
§  Terakhir, pada bagian strategic position, manfaatnya adalah berupa dukungan dalam evaluasi dan implementasi program-program yang ramah lingkungan dan efektif dalam hal biaya untuk menjamin posisi strategis perusahaan dalam jangka panjang. Ini dapat dilakukan antara lain dengan cara bekerja sama dengan pemasok untuk mendesain produk dan jasa bagi green market, menaksir biaya internal dari regulasi yang mungkin muncul di masa yang akan datang, serta membuat pelaporan kepada stakeholder seperti pelanggan, investor dan masyarakat lokal. Secara keseluruhan bagian ini menggambarkan kegunaan dan manfaat akuntansi lingkungan baik secara internal terhadap perusahaan maupun secara eksternal terhadap pelanggan, investor, masyarakat dan yang paling penting adalah terhadap lingkungan.  
Kontribusi yang diberikan akuntansi lingkungan terhadap perusahaan di satu sisi dan terhadap lingkungan di sisi lain juga dijelaskan oleh Environment Agency Japan (2000) yang menyatakan bahwa akuntansi lingkungan merupakan suatu kerangka kerja untuk mengevaluasi secara kuantitatif upaya konservasi lingkungan dan merupakan suatu metode analisis manajemen yang didesain untuk meningkatkan efisiensi di satu sisi dan menjaga lingkungan di sisi lain. Dengan demikian maka kontribusi akuntansi lingkungan terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang dan menjadi harapan maupun tuntutan masyarakat dan stakeholder perusahaan sudah sangat jelas. Akuntansi lingkungan berkontribusi sebagai penyedia informasi lingkungan yang lengkap bagi manajemen sehingga manajemen dapat memaksimalkan upaya-upaya untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan.



Kesimpulan
Akuntansi lingkungan pada dasarnya adalah bidang akuntansi yang melakukan tugas yang sama dengan bidang akuntansi yang sudah dikenal dan dipahami selama ini yaitu mengidentifikasi atau mengumpulkan (menghitung dan mencatat), mengalokasikan, menganalisis dan melaporkan informasi mengenai aktivitas perusahaan, namun dengan penekanan pada aspek lingkungan.
Akuntansi lingkungan dapat diklasifikasikan secara umum menjadi dua yaitu akuntansi manajemen lingkungan (environmental management accounting/ EMA) dan akuntansi keuangan lingkungan (environmental financial accounting/EFA) atau akuntansi lingkungan eksternal (external environmental accounting). EMA adalah bagian dari akuntansi lingkungan yang difokuskan pada pengumpulan dan penyajian informasi mengenai aliran bahan dan energi serta biayanya secara terinci untuk keperluan pengambilan keputusan internal oleh manajemen perusahaan, sedangkan EFA adalah bagian dari akuntansi lingkungan yang difokuskan pada pelaporan kewajiban lingkungan, biaya-biaya lingkungan yang signifikan, dan penyediaan informasi keuangan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan untuk kepentingan stakeholders eksternal perusahaan. Secara lebih spesifik akuntansi lingkungan diklasifikasikan menjadi monetary environmental management accounting (MEMA), physical environmental management accounting (PEMA), external monetary environmental accounting (EMEA), dan external physical environmental accounting (EPEA).
Pengukuran, pencatatan dan pelaporan dalam akuntansi lingkungan dilakukan bukan hanya terhadap unit moneter tapi juga terhadap unit fisik. Yang dimaksud dengan unit fisik adalah jumlah fisik input (energi, air dan bahan) yang digunakan dan output (emisi dan limbah) yang dihasilkan. Sedangkan yang dimaksud dengan unit moneter adalah biaya dan pengeluaran yang berhubungan dengan lingkungan.
Kontribusi akuntansi lingkungan terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan diberikan melalui fungsinya sebagai penyedia informasi lingkungan bagi manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan. Kontribusi ini dapat memenuhi amanat undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di satu sisi, sekaligus dapat mendatangkan manfaat ekonomis bagi perusahaan sendiri di sisi lain.


Daftar Rujukan
Batubara, Marwan. 2010. Sejarah Kelam Tambang Freeport (2). Melalui  <http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/sejarah-kelam-tambang-freeport-2.htm>. 21 Oktober 2010.
Bebbington, K.J., Gray, R.H., Thomson, I. and Walters, D. 1994. “Accountants attitudes and environmentally sensitive accounting”. Accounting and Business Research, No. 94, Spring, pp. 51-75.
Bennett, M and James, P. 1999. Sustainable measures: evaluation and reporting of environmental and social performance. Greenleaf Publishing.
Berry, Michael A. and Rondinelli, Dennis A. 1998. “Proactive Corporate Environmental Management: A New Industrial Revolution”. Academy of Management Executive 12 (2): 38-50.
Bosshard, R.E. 2003. Environmental Accounting: A Case Study of its Application to a Small Business in Atlantic Canada. Theses, Dalhousie University Halifax, Nova Scotia.
Burhany, Dian Imanina. 2011. “Pengaruh Implementasi Akuntansi Lingkungan terhadap Kinerja Lingkungan dan Pengungkapan Informasi Lingkungan serta Dampaknya Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan”. Indonesian Journal of Economics and Business Volume 1, No. 2.
Burritt, R.L. and Lehman, G. 1995. “The body shop wind farm—an analysis of accountability and ethics”. British Accounting Review 27: 167–186.
Burritt, R.L. 2002. “Stopping Australia Killing the Environment: Getting the Reporting Edge”. Australian CPA 73 (3): 70-72.
Dascalu, C., Caraiani, C., Lungu, C.I., Colceag, F. and Guse, G.R. 2010. “The externalities in social environmental accounting”. International Journal of Accounting and Information Management 18 (1): 19-30.
De Beer, P. and Friend, F. 2006. “Environmental accounting: A management tool for enhaching corporate environmental and economic performance”. Ecological Economics 58: 548-560.
Deegan, C. 2002. “The legitimising effect of social and environmental disclosures - a theoretical foundation”. Accounting, Auditing & Accountability Journal 15 (3): 282–311.
Eckel, L., Fisher, K. and Russel, G. 1992. “Environmental performance measurement”. CMA Magazine 66 (2): 16-23.
Elkington, J. 1999. “Triple bottom-line reporting”. Australian CPA  March: 18-21.
Elsayed, K. and Paton, D. 2005. “The impact of environmental performance on firm performance: static and dynamic panel data evidence”. Structural Change and Economic Dynamics 16: 395–412.
Environment Agency Japan. 2000. Developing an Environmental Accounting System. Study Group for Developing a System for Environmental Accounting Environment Agency Japan.
EPA (Environmental Protection Agency). 1995. An Introduction to Environmental Accounting as a Business Management Tool: Key Concepts and Terms, Office of Pollution Prevention and Toxics, EPA 742-R-95-001, June.
Fraser, B.W. 2005. “Corporate Social Responsibility”. The Internal Auditor 62 (1): 42–47.
German Federal Ministry for Environment/Federal Environment Agency. Guide to Corporate Environmental Cost Management. Berlin, 2003.
Godschalk, Seakle K.B. 2008. “Does Corporate Environmental Accounting Make Business Sense?”. Eco-efficiency in Industry and Science 24: 249-265.
Graff, Robert G., Reiskin, Edward D., White, Allen L., and Bidwell, Katherine. 1998. Snapshots of Environmental Cost Accounting. A Report to: US EPA Environmental Accounting Project. Tellus Institute, Boston.
Hansen, D.R. and Mowen, M.M. 2007. Managerial Accounting. 8th Edition. South-Western: Thomson.
Henri, Jean-François and Journeault, Marc. 2010. “Eco-control: The influence of management control systems on environmental and economic performance”. Accounting, Organizations and Society 35: 63–80.
Herath, G. 2005. “Sustainable development and environmental accounting: the challenge to the economics and accounting profession”. International Journal of Social Economics 32 (12): 1035-1050.
IFAC (International Federation of Accountants). 2005. International Guidance Document: Environmental Management Accounting.
Iwata, Hiroki and Okada, Keisuke. 2011. “How does environmental performance affect financial performance? Evidence from Japanese manufacturing firms”. Ecological Economics 70: 1691-1700.
Medley, Patrick. 1997. “Environmental accounting – what does it mean to professional accountants?”. Accounting, Auditing & Accountability Journal 10 (4): 594-600.
Moneva,  Jose M. and Ortas, Eduardo. 2010. “Corporate environmental and financial performance: a multivariate approach”. Industrial Management & Data Systems 110 (2):  193-210.
Nusantara, Bambang Catur. 2010. Empat Tahun Bersama Racun Lapindo. Kompas 1 Juni 2010.
Porter, M and Van der Linde C. 1995. ”Towards a new conception of the environment-competitiveness relationship”. Journal of Economic Perspectives 9 (4): 97-118.
Selg, R.A. 1994. “New initiatives to stimulate pollution-prevention investments”. Cost Engineering, Oktober: 21-3
Shrivastava, P. 1995. “The role of corporations in achieving ecological sustainability”. Academy of Management Review 20(4): 936–960.
Steele, A.P. and Powell, J.R. 2002. Environmental Accounting: Applications for Local Authorities to Quantify Internal and External Costs of Alternative Waste Management Strategies. Environmental Management Accounting Network Europe, Fifth Annual Conference, Gloucestershire Business School.
United Nations Division for Sustainable Development. 2001. Environmental Management Accounting Procedures and Principles. United Nations, New York.
Utami, Wiwik. 2007. Kajian Empiris Hubungan Kinerja Lingkungan, Kinerja Keuangan dan Kinerja Pasar: Model Persamaan Struktural. Makalah pada The  1st Accounting  Conference    Faculty  of  Economics Universitas  Indonesia, Depok.
Xiaomei, Li. 2004. “Theory and practice of environmental management accounting experience of implementation in China”. International Journal of Technology Management and Sustainable Development 3 (1): 47-57.
Yunanto, Kurniawan Tri. 2007. Pencemaran Teluk Buyat, Aliansi LSM Laporkan Hakim Kasus Newmont. Melalui <http://www.vhrmedia.com/vhr-news/berita,Aliansi-LSM-Laporkan-Hakim-Kasus-Newmont--294.html>. 7 Mei 2010.

Dokumen:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.